Membangun sikap optimis anak perlu dilakukan sejak dini. Ada banyak alasan untuk mendorong optimisme pada anak-anak kita, termasuk pengaruh positif jangka panjang pada kesejahteraan mental dan fisik mereka. Tapi bagaimana cara orangtua meningkatkan optimis? Praktikkan kiat ini sebagai latihan, sebagai permulaan, dan saksikan manfaat positifnya.
Mendorong dan mengakui usaha yang dilakukan anak itu penting banget, lho! Kadang, kita terlalu fokus sama hasil akhir, sampai lupa bahwa prosesnya itu juga berharga. Misalnya, kalo anak lagi belajar gambar atau main musik, puji usaha mereka dalam berlatih, bukan cuma hasil gambar atau lagunya. Ini bisa bikin mereka lebih percaya diri untuk terus mencoba dan belajar. Nah, pas kasih umpan balik, usahakan jangan cuma bilang “bagus” doang, ya. Berikan komentar yang lebih spesifik, seperti “Kamu udah jago banget nahan cat airnya, ya!” atau “Aku suka cara kamu nggak menyerah meski lagunya susah.” Cara kayak gini bisa bikin anak-anak merasa dihargai dan termotivasi buat terus berkembang. Remember, proses belajarnya itu yang penting, bukan cuma hasil akhirnya aja.
Menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung buat anak-anak itu kayaknya gampang, tapi sebenarnya perlu usaha ekstra. Bayangin aja, anak-anak itu kayak bunga yang lagi tumbuh. Mereka butuh tempat yang aman buat berekspresi diri, ngomongin perasaan mereka, dan tentu aja buat bikin kesalahan. Kalo anak nggak takut salah, mereka bakal lebih berani coba hal-hal baru dan belajar dari pengalaman itu. Jadi, kalo misalnya anak kamu gagal atau bikin salah, jangan langsung dimarahin. Lebih baik, duduk bareng dan ngobrolin apa yang bisa dipelajari dari situ. Dengan cara gini, anak jadi tau bahwa gagal itu bukan akhir dari segalanya, tapi malah peluang buat jadi lebih baik. Intinya, kita sebagai orang tua atau pendamping anak, kudu bisa jadi tempat yang nyaman buat mereka berbagi, belajar, dan tumbuh.
Sebagai orangtua sudah sepatutnya mencontohkan hal baik sejak dini pada anak. Termasuk sikap tidak mudah mengeluh. Semakin sering Anda mengeluh didepan anak, semakin besar kemungkinan anak-anak Anda akan belajar untuk melakukan hal yang sama. Orangtua harus mengajarkan anak untuk coba bicarakan hal-hal yang berjalan dengan baik. Contohnya Saat makan bersama, orangtua bisa mengajak bercerita anaknya terkait kegiatan hari ini. Setiap anggota keluarga mengungkapkan hal terbaik dan terburuk yang terjadi pada mereka pada hari itu. Ketika ada anak yang bercerita hal yang buruk bisa diberikan masukan baik. Masukan masukan tersebut bisa membangun sikap optimis pada anak.
Sejak kecil anak-anak wajib diajari untuk memiliki harapan yang tinggi. Misalnya orangtua membuatkan daftar pekerjaan anak dari bangun tidur sampai ingin tidur kembali. Membereskan tempat tidur, berpakaian, menyikat gigi, cuci tangan sebelum makan, dll. Ini dapat membangun rutinitas yang baik bagi anak agar mandiri. Lalu orangtua bisa mengajak anak mengecek Bersama apakah benar sudah dikerjakan. Pujian yang dilayangkan orangtua akan membangkitkan optimis anak. Anak-anak tidak akan mengembangkan sikap optimis, “dapat melakukan” kecuali mereka memiliki kesempatan untuk membuktikan nilai mereka. Pekerjaan harus sesuai usia, karena intinya adalah agar anak-anak berhasil.
Orangtua manapun pasti tidak ingin melihat anaknya terluka, tapi Anda harus mencoba memberikan risiko pada anak. Jauh dari orang tua dapat membantu anak bertumbuh. Biarkan anak TK Anda bermain sendirian di halaman belakang atau melakukan kunjungan lapangan sekolah tanpa Anda sebagai pendamping. Seiring waktu, bangunlah risiko yang lebih besar, seperti memanjat dinding batu di pasar malam atau pergi tidur. Anda tidak ingin anak Anda takut untuk mencoba hal-hal baru, Anda ingin dia pulang dan berkata, “Bu, aku yang melakukannya”. Mencegahnya melakukan kegiatan yang ia mungkin tidak memiliki keterampilan seperti anak-anak lain akan merusak kepercayaan dirinya dan mendorong pesimisme anak.